Kemampuan Indonesia di dalam urusan software Open Source di kawasan Asia sudah sangat diperhitungkan, itu terbukti dengan ditunjuknya Indonesia Sebagai ketua dalam program flagship Open Source System (OSS) di ASEAN Workshop to Draft The Implementation Plans of Commite in Science and Technology (COST) Flagship Programmes, Indonesia berharap OSS jadi pilihan sistem operasi yang digunakan di kawasan Asia Tenggara.
Indonesia dipandang oleh negara-negara ASEAN telah mampu dan berhasil membangun OSS sebagai pilihan perangkat lunak yang handal dan tentunya sangat murah. karena pengalamannya dalam membangun dan mengembangkan open source tersebut akhirnya Indonesia ditunjuk menjadi ketua riset dan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi melalui program open source software (OSS) untuk ASEAN.
Tindak lanjut dari keputusan diatas, tim
Pengembang BlankOn bekerjasama dengan Air Putih dan didukung oleh UNESCO membuat perangkat lunak untuk alat bantu dalam proses pembelajaran, selain perangkat lunak, juga disediakan modul tutorial penggunaan perangkat lunak Open Source untuk pendidikan yang sudah dibungkus dalam sebuah distribusi Linux BlankOn Pendidikan.
Tim AirPutih akan mendistribusikan BlankOn Pendidikan dan melakukan training selama 20 hari di dua sekolah, SD Farol dan National Directorate for Recurrent Education (NDRE). Tim pengembang BlankOn Linux mengembangkan perangkat lunak yang dibutuhkan yang diwujudkan dalam distribusi Linux BlankOn Pendidikan, atau dalam bahasa Tetun BlankOn Edukasaun.
Pengembangan BlankOn untuk Pendidikan sudah dimulai sejak Oktober 2011, adapun implementasi di Timor Leste akan dilakukan tanggal 28 November 2011 sampai tanggal 20 Desember 2011. Untuk kebutuhan TIK Pendidikan, AirPutih dan
BlankOn Linux menggunakan perangkat lunak Open Source, yang lisensinya mengijinkan orang untuk memodifikasi dan menyebarkannya kembali, sehingga semangat gotong royong dalam TIK bisa terwujud, dan kemandirian TIK bisa tercapai.
Indonesia di balik itu semua
Padahal di Indonesia sendiri, pergerakan Open Source menurut saya malah kurang maksimal terutama dalam pelaksanaan di kantor-kantor pemerintahan maupun di lembaga pendidikan, sebagai contoh beberapa bulan yang lalu Kemdiknas malah menandatangai program Microsoft DreamSpark dan Microsoft Live@Edu, memang produk ini legal karena dapat digunakan secara cuma-cuma oleh kalangan dunia pendidikan (syarat dan ketentuan berlaku) karena kedua produk itu bukanlah Open Source, dan penggunaan keduanya secara tidak langsung akan menghambat proses implementasi dan pengembangan open source.
Dengan adanya kerjasama antara Kemdiknas dengan Microsoft ini, satu hal perlu kita khawatirkan yaitu akan menambah tingkat pembajakan Software di Negara kita, seperti yang telah kita ketahui bersama Walaupun program tersebut gratis, kita anggap saja Microsoft mau memberi secara cuma-cuma OS Winndowsnya untuk semua sekolah /lembaga pendidikan (masih mimpi) tapi Software lainnya tidak mungkin gratis misalnya untuk aplikasi Perkantoran (MS Office), oke kita anggap saja microsoft mau memberikan OS beserta Aplikasi produk mereka kalaupun tidak gratis tapi harga murah kusus untuk lembaga pendidikan, akan timbul lagi masalah baru yaitu Aplikasi yang dibuat oleh pihak lain (non Microsoft) tidak mungkin gratis juga kan? misalnya: Corel Draw, Adobe Photoshop, AutoCad, dan lain-lain yang harganya tidak cocok untuk negara kita.
Bukan hanya itu saja, Kemdiknas juga sudah membuat buku panduan untuk bantuan pengadaan komputer di sekolah pada tingkat SMP dengan judul PANDUAN PELAKSANAAN SUBSIDI PERALATAN LABORATORIUM KOMPUTER SMP, yang dalam buku tersebut di tulis dengan jelas Sistem Operasi “Microsoft Windows 7 Professional atau setara, berlisensi legal dengan dibuktikan Certificate Of Authenticity (COA)”, buku panduan ini bisa Anda download/unduh
disini.
Walaupun dalam buku itu disebutkan sebagai bantuan, tapi secara tidak langsung sudah tidak sejalan dengan gerakan IGOS (Open Source).
Antara Bangga dan Malu
Seharusnya kita bangga dengan ditunjuknya Negara kita mewakili ASEAN sebagai ketua dalam program flagship Open Source System (OSS), tapi sekaligus kita juga malu dengan adanya perjanjian kerjasama antara Kemdiknas dan Microsoft ini, karena secara tidak langsung telah menghambat implementasi, penggunaan serta pengembangan open source di Indonesia.
Seharusnya Kemdiknas Malu kepada dirinya sendiri dan kementerian lain karena telah melanggar deklarasi IGOS yang mana Kemdiknas ikut menandatangani. Malu kepada masyarakat karena menunjukkan sikap tidak konsisten dan malu kepada negara sendiri.
Artikel terkait:
Sumber:
Postingan terkait:
Belum ada tanggapan untuk "Open Source dari Indonesia untuk Timor Leste"
Post a Comment
Silakan langsung tulis komentar Anda jika ada pertanyaaan, koreksi atau penjelasan lainnya sesuai tema pada artikel, budayakan ber-komentar dengan baik.